Rabu, 20 April 2016

PENEGAKAN HUKUM DAN HAK AZASI MANUSIA




            HAM salah satunya dilatar belakangi dari rasa keprihatinan terhadap permasalahan-permasalahan ketidakadilan yang ada di Indonesia. Sehingga pada tahun 1993 terbentuklah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang berfungsi sebagai pemberi jaminan perlindungan Hak-hak asasi manusia di Indonesia.
Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada pancasila. Yang artinya Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia tersebut harus memperhatikan garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan hak asasi manusia bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang dapat dilaksanakan secara multak tanpa memperhatikan hak orang lain. Setiap hak akan dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak, kita tidak memperhatikan hak orang lain,maka yang terjadi adalah benturan hak atau kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat dan tidak terpisah dari manusia yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusisan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.
Berbagai instrumen hak asasi manusia yang dimiliki Negara Republik Indonesia,yakni:
ü Undang – Undang Dasar 1945
ü Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
ü Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Di Indonesia secara garis besar disimpulkan, hak-hak asasi manusia itu dapat dibeda-bedakan menjadi sebagai berikut :
ØHak – hak asasi pribadi (personal rights) yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, dan kebebasan bergerak.
Ø Hak – hak asasi ekonomi (property rights) yang meliputi hak untuk memiliki sesuatu, hak untuk membeli dan menjual serta memanfaatkannya.
Ø Hak – hak asasi politik (political rights) yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam pemilu) dan hak untuk mendirikan partai politik.
Ø Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan ( rights of legal equality).
Ø Hak – hak asasi sosial dan kebudayaan ( social and culture rights). Misalnya hak untuk memilih pendidikan dan hak untukmengembangkan kebudayaan.
Ø Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights). Misalnya peraturan dalam hal penahanan, penangkapan, penggeledahan, dan peradilan. Secara konkret untuk pertama kali Hak Asasi Manusia dituangkan dalam Piagam Hak Asasi Manusia sebagai lampiran Ketetapan Permusyawarahan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998.
Indonesia adalah sebuah Negara hukum yang secara teoretis memiliki  criminal justice sistem, yang terdiri dari, Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Kepengacaraan, dan Lembaga Permasyarakatan. Dengan adanya lima sistem tersebut seharusnya dapat melindungi dan memberikan hak-hak keadilan kepada seluruh rakyat sesuai dengan sila ke lima dari Pancasila. Akan tetapi apa yang terjadi? banyak pengadilan akan tetapi keadilan langka ditemui. Kejaksaan demikian juga carut marutnya sehingga entah beberapa puluh Jaksa yang terjerat kasus penyuapan dan korupsi. Pengacara juga tak kalah kacaunya, prinsip “maju tak gentar membela yang bayar” masih laku di kalangan dunia advokasi. Bagi kebanyakan masyarakat, apalagi masyarakat miskin marginal, Hukum masih dianggap sebagai mimpi, tajam ke bawah tumpul ke atas.
Demikian juga yang terjadi dengan penegakkan HAM di Indonesia mengalami goncangan yang hebat pasca tewasnya aktivis HAM Munir beberapa tahun lalu. Penjajahan oleh bangsa sendiri masih merajalela melalui perampasan hak tinggal bagi masyarakat miskin tanpa adanya solusi dan relokasi yang benar. Pedagang kaki lima sering menjadi bulan-bulanan Satpol PP. Kasus demi kasus pelanggaran HAM sering terjadi di depan mata kita tanpa kita dapat berbuat sesuatu yang berarti, tengoklah kasus Lapindo yang mencabut Hak Ekosob rakyat Sidoarjo, mereka kehilangan tempat tinggal, harta, kelaparan dan anak-anak mereka banyak yang putus sekolah, wanita-wanita muda mereka banyak yang menjadi PSK lantaran susahnya kehidupan, sedangkan orang yang bertanggungjawab dalam hal ini dengan santai menggelar pesta rakyat dalam pernikahan mewah anak-anaknya, masih memperoleh jabatan penting dalam pemerintahan di Republik ini. Belum lagi Sengketa lahan sering merugikan rakyat karena perusahaan senantiasa dimenangkan, dapat dilihat dalam kasus PTPN VII vs rakyat desa Rengas, hal ini diperparah dengan penembakan aparat kepolisian yang seharusnya bertugas memberi rasa aman kepada rakyat bukan malah menembaki rakyat dengan peluru yang dibeli dengan uang rakyat.
Demi, melihat kondisi yang sedemikian carut marutnya, coreng morengnya wajah hukum di Indonesia, perlu diadakannya sebuah gerakan yang revolutif dan mengakar bisa jadi melalui revolusi struktural dan kultural. Percuma merubah sistem jika yang bermain adalah orang-orang itu juga, apa gunanya merubah orang-orang kalau yang menekan kebijakan adalah orang-orang yang sama, kadang orang-orang yang duduk di pemerintahan adalah orang kiriman, yang sengaja di posisikan untuk mengamankan kepentingan sekelompok manusia yang tidak beradab demi kekuasaan dan eksistensi mereka. 
Berbagai perilaku tersebut, tidak hanya menimbulkan kecendrungan terhadap terjadinya pelanggaran hukum, akan tetapi juga dapat berdampak terhadap pelanggaran HAM. Dimana, akibat sentimen kelompok, maka persoalan pribadi bisa berkembang menjadi persoalan kelompok yang pada akhirnya dapat melanggar HAM kelompok yang lain. Misalnya; adanya intimidasi dari kelompok-kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas. Sementara dalam konteks pemerintahan, permasalahan diskriminasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan hukum masih menjadi persoalan yang serius. Dimana, proses penegakan hukum dan penyelenggaraan pemerintahan masih kental dengan praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Artinya bagi masyarakat yang tidak memiliki kenalan atau uang dalam proses penegakan hukum dan penyelenggaraan pemerintahan, maka pelayanan yang dirasakan masih jauh dari harapan. Sementara itu, bagi yang memiliki kenalan atau uang, maka segala sesuatunya dapat berjalan dengan baik.
Perilaku tersebut bertentangan dengan Pasal 28 I ayat (2)  UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif tersebut. Lebih lanjut dalam Terkait dengan diskriminasi, maka didalam Pasal 1 angka 3 UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, disebutkan bahwa Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.
Dengan demikian, Negara dan pemerintah bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi, membela, dan menjamin hak asasi manusia setiap warga negara dan penduduknya tanpa diskriminasi. Perilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat negara terhadap warga negara atau sebaliknya), maupun yang dilakukan secara horizontal (antar warga negara sendiri).
Agar hukum dan HAM bekerja dengan baik dapat dilakukan dengan :
a.       Perbaikan Sistem Hukum 
Tawaran perubahan dan pembaharuan dalam bidang hukum terus bergema dengan kondisi keterpurukan hukum. Baik dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat, organisasi-organisasi massa rakyat, akademisi dan politisi, yang kesemuanya prihatin dengan sistem hukum yang ada. Reformasi sistem hukum menjadi wacana hangat yang patut di sambut baik demi perbaikan kondisi bangsa ini. Sebab semuanya sepakat hukum menjadi salah satu penentu perbaikan bangsa di atas moralitas dan kepribadian masyarakat.
Keterpurukan hukum di Indonesia di sebabkan sistem hukum yang bekerja di dalamnya mengalamai disorientasi gerakan dan tujuan. Sistem hukum yang dimaksud dan perlu diperbaiki adalah, struktur, substansi dan kultur hukum serta sarana prasarana. 

  1. Meningkatkan Kesadaran Hukum
Selain persoalan system hukum yang harus diperbaiki, maka kesadaran hokum juga memiliki peranan dalam proses penegakan hokum dan HAM. Menurut Krabe hukum tidak bergantung pada kehendak manusia, tapi telah ada pada kesadaran hukum setiap orang. Kesadaran hukum tidak datang, apalagi dipaksakan dari luar, melainkan dirasakan setiap orang dalam dirinya. Dengan demikian, kesadaran akan pentingnya hukum dan HAM dari setiap masyarakat diperlukan untuk mendukung efektifitas hukum dan HAM.  
 Sumber : HAM di Indonesia - KOMPASIANA.com.htm
                Kumpulan Artikel Hak Asasi Manusia.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar