HAM salah satunya dilatar belakangi
dari rasa keprihatinan terhadap permasalahan-permasalahan ketidakadilan yang
ada di Indonesia. Sehingga pada tahun 1993 terbentuklah Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia (Komnas HAM) yang berfungsi sebagai pemberi jaminan perlindungan
Hak-hak asasi manusia di Indonesia.
Hak Asasi Manusia di Indonesia
bersumber dan bermuara pada pancasila. Yang artinya Hak Asasi Manusia mendapat
jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Bermuara pada Pancasila
dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia tersebut harus memperhatikan
garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila. Bagi
bangsa Indonesia, melaksanakan hak asasi manusia bukan berarti melaksanakan
dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang
terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini
disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang dapat dilaksanakan secara
multak tanpa memperhatikan hak orang lain. Setiap hak akan dibatasi oleh hak
orang lain. Jika dalam melaksanakan hak, kita tidak memperhatikan hak orang
lain,maka yang terjadi adalah benturan hak atau kepentingan dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Negara Republik Indonesia mengakui
dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak
yang secara kodrati melekat dan tidak terpisah dari manusia yang harus
dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusisan,
kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.
Berbagai instrumen hak asasi manusia
yang dimiliki Negara Republik Indonesia,yakni:
ü Undang – Undang Dasar 1945
ü Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi
Manusia
ü Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia
Di Indonesia secara garis besar disimpulkan, hak-hak
asasi manusia itu dapat dibeda-bedakan menjadi sebagai berikut :
ØHak – hak asasi pribadi (personal rights) yang
meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, dan kebebasan
bergerak.
Ø Hak – hak asasi ekonomi (property rights) yang
meliputi hak untuk memiliki sesuatu, hak untuk membeli dan menjual serta
memanfaatkannya.
Ø Hak – hak asasi politik (political rights) yaitu hak
untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam
pemilu) dan hak untuk mendirikan partai politik.
Ø Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam
hukum dan pemerintahan ( rights of legal equality).
Ø Hak – hak asasi sosial dan kebudayaan ( social and
culture rights). Misalnya hak untuk memilih pendidikan dan hak untukmengembangkan
kebudayaan.
Ø Hak asasi untuk
mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights).
Misalnya
peraturan dalam hal penahanan, penangkapan, penggeledahan, dan peradilan. Secara
konkret untuk pertama kali Hak Asasi Manusia dituangkan dalam Piagam Hak Asasi
Manusia sebagai lampiran Ketetapan Permusyawarahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor XVII/MPR/1998.
Indonesia adalah sebuah Negara hukum
yang secara teoretis memiliki criminal
justice sistem, yang
terdiri dari, Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Kepengacaraan, dan Lembaga
Permasyarakatan. Dengan adanya lima sistem tersebut seharusnya dapat melindungi
dan memberikan hak-hak keadilan kepada seluruh rakyat sesuai dengan sila ke
lima dari Pancasila. Akan tetapi apa yang terjadi? banyak pengadilan akan
tetapi keadilan langka ditemui. Kejaksaan demikian juga carut marutnya sehingga
entah beberapa puluh Jaksa yang terjerat kasus penyuapan dan korupsi. Pengacara
juga tak kalah kacaunya, prinsip “maju tak
gentar membela yang bayar” masih laku di kalangan dunia advokasi. Bagi
kebanyakan masyarakat, apalagi masyarakat miskin marginal, Hukum masih dianggap
sebagai mimpi, tajam ke bawah tumpul ke atas.
Demikian juga yang terjadi dengan
penegakkan HAM di Indonesia mengalami goncangan yang hebat pasca tewasnya
aktivis HAM Munir beberapa tahun lalu. Penjajahan oleh bangsa sendiri masih
merajalela melalui perampasan hak tinggal bagi masyarakat miskin tanpa adanya
solusi dan relokasi yang benar. Pedagang kaki lima sering menjadi bulan-bulanan
Satpol PP. Kasus demi kasus pelanggaran HAM sering terjadi di depan mata kita
tanpa kita dapat berbuat sesuatu yang berarti, tengoklah kasus Lapindo yang
mencabut Hak Ekosob rakyat Sidoarjo, mereka kehilangan tempat tinggal, harta,
kelaparan dan anak-anak mereka banyak yang putus sekolah, wanita-wanita muda
mereka banyak yang menjadi PSK lantaran susahnya kehidupan, sedangkan orang
yang bertanggungjawab dalam hal ini dengan santai menggelar pesta rakyat dalam
pernikahan mewah anak-anaknya, masih memperoleh jabatan penting dalam
pemerintahan di Republik ini. Belum lagi Sengketa lahan sering merugikan rakyat
karena perusahaan senantiasa dimenangkan, dapat dilihat dalam kasus PTPN VII vs
rakyat desa Rengas, hal ini diperparah dengan penembakan aparat kepolisian yang
seharusnya bertugas memberi rasa aman kepada rakyat bukan malah menembaki
rakyat dengan peluru yang dibeli dengan uang rakyat.
Demi, melihat kondisi yang
sedemikian carut marutnya, coreng morengnya wajah hukum di Indonesia, perlu
diadakannya sebuah gerakan yang revolutif dan mengakar bisa jadi melalui revolusi
struktural dan kultural. Percuma merubah sistem jika yang bermain adalah
orang-orang itu juga, apa gunanya merubah orang-orang kalau yang menekan
kebijakan adalah orang-orang yang sama, kadang orang-orang yang duduk di
pemerintahan adalah orang kiriman,
yang sengaja di posisikan untuk mengamankan kepentingan sekelompok manusia yang
tidak beradab demi kekuasaan dan eksistensi mereka.
Berbagai perilaku tersebut, tidak
hanya menimbulkan kecendrungan terhadap terjadinya pelanggaran hukum, akan
tetapi juga dapat berdampak terhadap pelanggaran HAM. Dimana, akibat sentimen
kelompok, maka persoalan pribadi bisa berkembang menjadi persoalan kelompok
yang pada akhirnya dapat melanggar HAM kelompok yang lain. Misalnya; adanya
intimidasi dari kelompok-kelompok mayoritas terhadap kelompok
minoritas. Sementara dalam konteks pemerintahan, permasalahan diskriminasi
dalam penyelenggaraan pemerintahan dan hukum masih menjadi persoalan yang
serius. Dimana, proses penegakan hukum dan penyelenggaraan pemerintahan masih
kental dengan praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Artinya bagi
masyarakat yang tidak memiliki kenalan atau uang dalam proses penegakan hukum
dan penyelenggaraan pemerintahan, maka pelayanan yang dirasakan masih jauh dari
harapan. Sementara itu, bagi yang memiliki kenalan atau uang, maka segala
sesuatunya dapat berjalan dengan baik.
Perilaku tersebut bertentangan
dengan Pasal 28 I ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa
Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar
apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif tersebut. Lebih lanjut dalam Terkait dengan diskriminasi, maka
didalam Pasal 1 angka 3 UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
disebutkan bahwa Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau
pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia
atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status
ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan,
penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi
manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif
dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan
lainnya.
Dengan demikian, Negara dan
pemerintah bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi, membela, dan
menjamin hak asasi manusia setiap warga negara dan penduduknya tanpa
diskriminasi. Perilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut merupakan
pelanggaran terhadap hak asasi manusia, baik yang bersifat vertikal (dilakukan
oleh aparat negara terhadap warga negara atau sebaliknya), maupun yang
dilakukan secara horizontal (antar warga negara sendiri).
Agar hukum
dan HAM bekerja dengan baik dapat dilakukan dengan :
a.
Perbaikan Sistem Hukum
Tawaran perubahan dan pembaharuan
dalam bidang hukum terus bergema dengan kondisi keterpurukan hukum. Baik
dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat, organisasi-organisasi massa rakyat,
akademisi dan politisi, yang kesemuanya prihatin dengan sistem hukum yang ada.
Reformasi sistem hukum menjadi wacana hangat yang patut di sambut baik demi
perbaikan kondisi bangsa ini. Sebab semuanya sepakat hukum menjadi salah satu
penentu perbaikan bangsa di atas moralitas dan kepribadian masyarakat.
Keterpurukan hukum di Indonesia di
sebabkan sistem hukum yang bekerja di dalamnya mengalamai disorientasi gerakan
dan tujuan. Sistem hukum yang dimaksud dan perlu diperbaiki adalah, struktur,
substansi dan kultur hukum serta sarana prasarana.
- Meningkatkan Kesadaran Hukum
Selain persoalan system hukum yang
harus diperbaiki, maka kesadaran hokum juga memiliki peranan dalam proses
penegakan hokum dan HAM. Menurut Krabe hukum tidak bergantung pada kehendak
manusia, tapi telah ada pada kesadaran hukum setiap orang. Kesadaran hukum
tidak datang, apalagi dipaksakan dari luar, melainkan dirasakan setiap orang
dalam dirinya. Dengan demikian, kesadaran akan pentingnya hukum dan HAM dari
setiap masyarakat diperlukan untuk mendukung efektifitas hukum dan
HAM.
Sumber
: HAM di Indonesia - KOMPASIANA.com.htm
Kumpulan Artikel Hak Asasi Manusia.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar