Kamis, 05 Mei 2016

Eksistensi Manusia Dan Pengembangan Dimensi-Dimensi Manusia Dalam Proses Pendidikan



BAB I
PENDAHULUAN


Eksistensi merupakan sesuatu yang sifatnya individual sehingga bisa ditentukan oleh masing-masing individu. Semua orang memiliki cara keberadaan yang khas dan unik, itulah yang dinamakan sebagai eksistensi seorang individu. Sehingga setiap orang yang dapat menentukan jati diri atas keberadaannya dan mampu berdiri diantara eksistensi orang lain maka mereka akan mendapatkan eksistensi yang sejati. Manusia memiliki kedudukan yang paling tinggi diantara ciptaan Tuhan lainnya. Dengan kekuatan dan keterbatasannya, manusia dapat berbuat apa saja atas dirinya sendiri maupun  lingkungannya.
 Manusia memiliki hakikat yang merupakan karakteristik manusia yang membedakan dengan mahluk lainnya. Sifat hakikat inilah merupakan landasan dan arah dalam merancang dan melaksanakan komunikasi transaksional di dalam interaksi edukatif. Oleh karena itu sasaran pendidikan adalah manusia dimana pendidikan bertujuan menumbuh kembangkan potensi kemanusiannya. Agar pendidikan dapat dilakukan dengan tepat dan benar, pendidikan harus memiliki gambaran yang jelas siapa manusia dan bagimana eksistensinya. Manusia tidak hanya di didik dan dibina kualitas fisik atau biologisnya saja, melainkan juga kesadaran penghayatan masyarakat dan budaya, sampai pada tingkat religius yang meningkatkan kualitas akhlaknya. Pendidikan sebagai proses pemberdayaan, pembebasan, dan rekayasa, menjadi pengkokoh kehidupan manusia sebagai sumber daya saat ini. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya manusia selalu mengadakan berbagai usaha atau upaya untuk mengembangkan kehidupannya.
Dengan pemahaman yang jelas tentang hakikat serta eksistensi manusia maka seorang pendidik diharapan dapat membuat peta karakteristik manusia, sebagai acuan baginya dalam bersikap, menyusun strategi, metode, dan teknik.

1.      Apa yang dimaksud dengan Eksistensi?
2.      Bagaimana Eksistensi manusia?
3.      Apa sajakah macam dimensi manusia itu?
4.     Bagaimana pengembangan dimensi manusia?

    C.     Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui apa itu eksistensi manusia.
2.      Untuk memahami dimensi-dimensi manusia.
3.      Untuk memahami pengembangan dimensi manusia.

     D.     Manfaat Pembahasan
Dengan mempelajari serta memahami materi tentang hakikat serta eksistensi manusia maka kita sebagai calon seorang pendidik diharapan dapat memahami  karakteristik manusia. Dan juga sebagai acuan bagi kita dalam bersikap, menyusun strategi, metode, dan teknik dalam pembelajaran.



BAB II
PEMBAHASAN


Dalam kamus bahasa Indonesia, eksistensi diartikan sebagai keberadaan. Artinya, eksistensi menjelaskan tentang penilaian ada atau tidak adanya pengaruh terhadap keberadaan seseorang tersebut. Apabila orang lain menganggap kita mempunyai sebuah eksistensi, maka keberadaan kita sudah dianggap dan dapat diperhitungkan oleh orang-orang di sekeliling kita.
Eksistensi biasanya dijadikan sebagai acuan pembuktian diri bahwa kegiatan atau pekerjaan yang diakukan seseorang dapat berguna dan mendapat nilai yang baik di mata orang lain. Contoh di dalam lingkup sekolah, eksistensi seorang siswa yang rajin akan selalu diingat oleh pengajar dan lebih terlihat menonjol dibandingkan dengan siswa yang malas belajar. Selain itu, eksistensi juga dianggap sebagai sebuah istilah yang bisa diapresiasi kepada seseorang yang sudah banyak memberi pengaruh positif kepada orang lain.
Pengertian eksistensi menurut ahli filsafat atau filsuf bernama Karl Jaspers memaknai eksistensi sebagai pemikiran manusia yang memanfaatkan dan mengatasi seluruh pengetahuan objektif. Berdasarkan pemikiran tersebut, manusia dapat menjadi dirinya sendiri dan menunjukkan bahwa dirinya adalah makhluk eksistensi. Selain itu, Jaspers juga menjelaskan tentang penerangan eksistensi yang dikemukakannya, yaitu:
a.       Eksistensi selalu memiliki hubungan dengan transedensi.
b.      Eksistensi merupakan filsafat yang menghayati dan menghidupi kebenaran.
c.       Eksistensi seorang manusia dapat dibuktikan oleh cara berpikir dan tindakannya.
Terdapat juga beberapa pandangan penganut filsafat sehubungan dengan eksisitensi, yakni:
a.       Eksistensi adalah cara manusia berada. Hanya manusialah yang bereksistensi, manusialah sebagai pusat perhatian, sehingga bersifat humanistis.
b.      Berekstensi tidak statis tetapi dinamis, yang berarti menciptakan dirinya secara aktif, merencanakan, berbuat dan menjadi.
c.       Manusia dipandang selalu dalam proses menjadi belum selesai dan terbuka secara realistis. Namun demikian manusia terikat dengan dunia sekitarnya terutama dengan manusia.
Manusia memiliki kedudukan, yakni :
1.      Manusia Sebagai Mahluk Individu
Individu berasal dari kata in dan divided. Dalam bahasa inggris in salah satunya berarti tidak, sedangkan divided berarti terbagi. Jadi, individu berarti tidak terbagai atau kesatuan. Dalam bahasa latin individu berasal dari kata individium yang artinya adalah yang tak terbagi, jadi merupakan sebuah sebutan yang dapat dipakai untuk menyatukan sebuah kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Individu bukan berarti manusia sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dibagi-bagi melainkan kesatuan yang tak terbatas, yaitu sebagai manusia perorangan sehingga sering digunakan sebagai sebutan “orang-seorang” atau “manusia perorangan”.
Manusia yang dilahirkan telah dikaruniai potensi yang berbeda-beda dari yang lainnya atau menjadi seperti dirinya sendiri. Tidak ada individu yang identik dimuka bumi ini, bahkan dua anak yang kembar sekalipun pasti mempunyai perbedaan, hanya serupa namun tidak sama apalagi identik.
Kita ambil contoh, ada dua orang yang kembar, yang mempunyai tangan dan kaki yang sama. Akan tetapi kembar pertama menggunakan tangan dan kakinya untuk melakukan kejahatan dan kembar kedua menggunakan tangan dan kakinya untuk melakukan kebaikan. Secara tidak langsung kembar kedua tidak ingin disamakan dengan kembar pertama karena perilaku kembar pertama tidak baik. Maka dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap manusia itu serupa tetapi tidak sama.
Manusia juga diberi kemampuan (akal, pikiran, dan perasaan) sehingga sanggup berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya. Disadari atau tidak setiap manusia senantiasa akan berusaha mengembangkan kemampuan pribadinya guna memenuhi hakikat individualitasnya (dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya). Kepribadian seseorang  yang merupakan suatu keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi. Setiap individu bersifat unik dengan adanya individualitas itu setiap orang memiliki kehendak, perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat, dan daya tahan yang berbeda.
M.J.Lavengeld menyatakan bahwa setiap anak memiliki dorongan untuk mandiri  yang sangat kuat, meskipun disisi lain pada anak terdapat rasa tidak berdaya, sehingga memerlukan pihak lain (pendidik) yang dapat dijadikan tempat bergantung untuk memberi perlindungan dan bimbingan, sifat-sifat sebagaimana di gambarkan diatas yang secara potensial telah dimiliki sejak lahir perlu ditumbuhkan dikembangkan melalui pendidikan agar bisa menjadi kenyataan. Sebab tanpa dibina melalui pendidikan, benih-benih individualitas yang sangat berharga itu yang memungkinkan terbentuknya suatu kepribadian yang unik, serta kesanggupan untuk memikul tanggung jawab sendiri merupakan ciri yang sangat esensial dari adanya individualitas pada diri manusia.
Dengan kata lain kepribadian seseorang tidak akan terbentuk dengan semestinya, sehingga seseorang tidak memiliki warna kepribadian yang khas sebagai miliknya. Jika terjadi hal demikian, seorang tidak memilki kepribadian yang otonom dan orang seperti ini tidak akan memilki pendirian serta mudah dibawa oleh arus masa, padahal fungsi utama pendidikan adalah membantu peserta didik untuk membentuk keribadianya atau menemukan kemandiriannya sendiri.
Sebagai makhluk individu, manusia berperan untuk menjalankan beberapa hal seperti berikut :
1)      Menjaga dan mempertahankan karkat dan martabatnya.
2)      Mengupayakan tentang terpenuhinya hak-hak dasar sebagai manusia.
3)      Merealisasikan segenap potensi diri baik dari sisi rohani maupun jasmani.
4)      Memenuhi kebutuhan dan kepentingan diri demi kesejahteraan hidupnya.

Contoh masalah yang timbul dari manusia sebagai makhluk individu
1)      Timbul sifat egois dan ingin menang sendiri pada diri seseorang.
2)      Timbul sifat apatis, yang artinya masa bodoh atau acuh tak acuh.
3)      Timbul sikap atheis atau tidak memiliki agama pada diri seseorang, iri hati, dengki, dan tidak senang melihat orang lain memperoleh kebahagiaan atau kesenangan, berburuk sangka, memiliki sifat pendendam.
4)      Umurnya sudah dewasa akan tetapi masih manja serta tingkah laku dan pemikirannya seperti anak kecil.

2.      Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Manusia sebagai pribadi adalah berhakikat sosial, artinya manusia akan senantiasa dan selalu berhubungan dengan orang lain. Pidarta (1997, 147) mengemukakan bahwa untuk hidup dalam artian benar-benar manusiawi, setiap kehidupan yang berhasil, masing-masing mendapat keuntungan dari apa yang diperolehnya dari orang lain. Setiap kehidupan yang sepenuhnya manusiawi mencakup sebagai suatu bagian yang esensial dari dirinya, banyak unsur yang harus datang dari orang-orang lain. Keakuan manusia betul-betul banyak bergantung pada kontribusi-kontribusi esensial dari orang-orang lain.
Untuk bertumbuh dan berkembang secara wajar dan berhasil sebagai anggota kelompok sosialnya, anak manusia memerlukan hubungan dengan orang lain. Untuk sebagian, tujuan pendidikan adalah membantu perkembangan sosial dari anak, agar dia mendapat tempat, menyesuaikan diri, serta mampu berperan sebagai anggota yang cakap bekerja sama dan konstruktif dalam masyarakat.     
 Manusia tidak mungkin hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Kebutuhan akan yang lain dan interaksi sosial membentuk kehidupan berkelompok pada manusia. Dari tahapan diatas menggambarkan bagaimana individu dalam perkembangannya sebagai makhluk sosial dimana antar individu merupakan satu komponen yang saling ketergantungan dan membutuhkan. Sehingga komunikasi antar masyarakat ditentukan oleh peran oleh manusia sebagai makhluk sosial.
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki implikasi :
1.      Manusia adalah makhluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya.
2.      Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan dengan dirinya sendiri.
3.      Sebagai makhluk sosial karena manusia menjalankan peranannya dengan menggunakan simbol untuk mengkomunikasikan pemikiran dan perasaanya.
 Esensi manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya adalah kesadaran manusia tentang status dan posisi dirinya adalah kehidupan bersama, serta bagaimana tanggungjawab dan kewajibannya di dalam kebersamaan.

3.      Manusia Sebagai Makhluk Susila
Susila berasal dari kata “su” dan “sila”, yang  artinya  kepantasan  yang  lebih tinggi. Kemudian pengertian susila mengalami perluasan arti menjadi kebaikan yang lebih. Dalam  bahasa ilmiah sering  digunakan  dua macam  istilah yang memiliki  konotasi  berbeda, yaitu etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan). Kedua hal tersebut biasanya dikaitkan  dengan  persoalan hak dan  kewajiban (Tirtarahardja dan Sulo, 2005: 20).
Manusia adalah mahluk susila. Dryarkara mengatakan manusia susila, yaitu manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati, dan mewujudkan dalam perbuatan. Kandungan dimensi kesusilaan adalah nilai dan moral. Penilaian yang dibuat oleh sekelompok individu tentang sesuatu yang sangat penting untuk kehidupan bersama sering kali ditetapkan sebagai standar baku. Standar baku inilah yang selanjutnya dijadikan patokan untuk menetapkan boleh tidaknya sesuatu hal dilakukan oleh individu (terutama individu yang berada di dalam kelompok yang dimaksud), inilah yang disebut moral.
Individu dalam kelompok yang bersangkutan harus mengikuti ketentuan moral tersebut. Ketentuan moral itu biasanya diikuti oleh sanksi atau bahkan hukuman bagi pelanggarnya. Sumber moral adalah agama, adat, hukum ilmu, dan kebiasaan. Masalah kesusilaan maka akan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Nilai-nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi oleh manusia, mengandung makna kebaikan, keluhuran kemuliaan dan dijadikan pedoman hidup. Pada hakikatnya manusia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan nilai-nilai susila dan melaksanakannya. Sehingga dengan demikian dapat dikatakan manusia bila memiliki nilai-nilai, menghayati dan melaksanakan nilai-nilai tersebut.
    Asas pandangan bahwa manusia sebagai mahluk susila bersumber pada kepercayaan bahwa hati nurani manusia adalah sadar nilai dan mengabdi pada norma-norma. Pendirian ini sesuai pula bila kita lihat pada analisis ilmu jiwa dalam tentang struktur jiwa (das Ich dan das Uber Ich). Struktur jiwa yang disebut das Uber Ich yang sadar nilai-nilai esensi manusia sebagai mahluk susila. Kesadaran susila (sense of morality) tak dapat dipisahkan realitas sosial sebab justru adanya nilai-nilai, efektifitas nilai-nilai, berfungsinya nilai-nilai hanyalah dalam kehidupan sosial.

4.      Manusia Sebagai Makhluk Religius
Aspek keberagamaan merupakan salah satu karakteristik esensial eksistensi manusia yang terungkap dalam bentuk pengakuan atau keyakinan akan kebenaran suatu agama yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lain. Melalui kesempurnaan-Nya itu manusia bisa berpikir, bertindak, berusaha, dan bisa menentukan mana yang benar dan baik.
Manusia memiliki potensi untuk mampu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di lain pihak, Tuhan pun telah menurunkan wahyu melalui utusan-utusanNya, dan telah menggelar tanda-tanda di alam semesta untuk dipikirkan oleh manusia sehingga manusia beriman dan bertakwa kepadaNya. Manusia hidup beragama karena agama menyangkut masalah-masalah yang bersifat mutlak maka pelaksanaan keberagamaan akan tampak dalam kehidupan sesuai agama yang dianut masing-masing individu. Dalam keberagamaan ini manusia akan merasakan hidupnya menjadi bermakna. Ia memperoleh kejelasan tentang dasar hidupnya, tata cara hidup dalam berbagai aspek kehidupannya, dan menjadi jelas pula apa yang menjadi tujuan hidupnya.
Tujuan dari pendidikan adalah menemukan dan mendalami yang baik itu berdasarkan pengkajian ajaran agama, dan mengajarkan anak-anak untuk mengetahuinya dan mengikutinya. Untuk dapat menjalankan kehidupan yang religius, jelaslah anak memerlukan pendidikan yang mengandung pengkajian-pengkajian, latihan-latihan dan ritual-ritual, yang akhirnya diharapkan akan membantu dia kearah penyatuan diri kepada Tuhan.

1.      Pengembangan Diri Sebagai Makhluk Individu
Pengembangan diri sebagai makhluk individu, berarti pendidikan membantu anak itu menjadi dirinya sendiri. Dia di kembangkan menjadi suatu pribadi yang utuh yang berbeda dengan individu lainnya. Mengembangkan manusia sebagai makhluk individu agar ia menjadi dirinya sendiri bukan jiplakan dari manusia lain, menjadi jati dirinya yang sesungguhnya, agar ia mempunyai makna diatas keberadannya itu. Pendidikan harus mengembangkan anak didik mampu menolong dirinya sendiri. Pestalozzi mengungkapkan hal ini dengan istilah  Hilfe zurselbathilfe, yang artinya memberi pertolongan agar anak mampu menolong dirinya sendiri.
Untuk dapat menolong dirinya sendiri, anak didik perlu mendapat berbagai pengalaman di dalam pengembangan konsep, prinsip, generasi, intelek, inisiatif, kreativitas, kehendak, emosi/perasaan, tanggungjawab, keterampilan, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, anak didik harus mengalami perkembangan dalam kawasan kognitif, afektif dan psikomotor. Sebagai mahluk individu, manusia memerlukan pola tingkah laku yang bukan merupakan tindakan insting, dan hal-hal ini hanya bisa diperoleh melalui pendidikan dan proses belajar.
Di atas telah dikatakan bahwa perwujudan manusia sebagai mahluk individu ini memerlukan berbagai macam pengalaman. Tidaklah dapat mencapai tujuan yang diinginkan, apabila pendidikan terutama hanya memberikan aspek kognitif (pengetahuan) saja sebagai yang sering dikenal dan diberikan oleh para pendidik pada umumnya selama ini. Pendidikan seperti ini disebut bersifat intelektualistik, karena hanya berhubungan dengan segi intelek saja. Pengembangan intelek memang diperlukan, namun tidak boleh melupakan pengembangan aspek-aspek lainnya sebagai yang telah disebutkan di atas.

2.      Pengembangan Manusia Sebagai Mahluk Sosial
Disamping sebagai mahluk individu manusia juga sebagai mahluk sosial. Manusia adalah mahluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan secara seorang diri saja. Kehadiran manusia lain dihadapannya, bukan saja penting untuk mencapai tujuan hidupnya, tetapi juga merupakan sarana untuk pengembangan kepribadiannya. Kehidupan sosial antara manusia yang satu dengan yang lainnya dimungkinkan tidak saja oleh kebutuhan pribadi, tetapi juga karena adanya bahasa sebagai alat atau medium komunikasi. Melalui pendidikan dapat dikembangkan suatu keadaan yang seimbang antara pengembangan aspek individual dan aspek sosial ini. Hal ini penting untuk pendidikan di Indonesia yang berfilasafah pancasila, yang menghendaki adanya perkembangan yang seimbang antara aspek individual dan aspek sosial tersebut.

3.      Pengembangan Manusia Sebagai Mahluk Susila
Aspek yang ketiga dalam kehidupan manusia, sesudah aspek individual dan sosial, adalah aspek kehidupan susila. Setiap masyarakat dan bangsa mempunyai norma-norma, dan nilai-nilainya. Tidak dapat dibayangkan bagaimana jadinya seandainya dalam kehidupan manusia tidak terdapat norma-norma dan nilai-nilai tersebut, sudah tentu kehidupan manusia akan kacau balau.
Melalui pendidikan kita harus mampu menciptakan manusia susila dan harus mengusahakan anak-anak didik kita menjadi manusia pendukung norma, kaidah dan nilai-nilai susila dan sosial yang di junjung tinggi oleh masyarakatnya. Norma, nilai dan kaidah tersebut harus selalu di personifikasikan dalam setiap sepak terjang, dan tingkah laku tiap pribadi manusia. Penghayatan personifikasi atas norma, nilai, kaidah-kaidah sosial ini amat penting dalam mewujudkan ketertiban dan stabilitas kehidupan masyarakat. Sebenarnya aspek susila kehidupan manusia sangat berhubungan erat dengan aspek kehidupan sosial. Karena penghayatan atas norma, nilai dan kaidah sosial serta pelaksanaannya dalam tindakan dan tingkah laku yang nyata dilakukan oleh individu dalam hubungannya dengan atau kehadirannya bersama orang lain.
 Aspek susila ini tidak saja memerlukan pengetahuan atas norma, nilai, dan kaidah-kaidah yang terdapat dalam masyarakat, akan tetapi juga menuntut dilaksanakannya secara konkret apa yang telah diketahuinya tersebut dalam tingkah laku yang nyata dalam masyarakat. Pentingnya mengetahui dan menerapkan secara nyata norma, nilai, dan kaidah-kaidah masyarakat dalam kehidupannya mempunyai dua alasan pokok yaitu :
1.      Untuk kepentingan dirinya sendiri sebagai individu. Apabila individu tidak dapat menyesuaikan diri dan tingkah lakunya tidak sesuai dengan norma, nilai dan kaidah sosial yang terdapat dalam masyarakat maka dimanapun ia hidup tidak dapat diterima oleh masyarakat. Dengan terkucilnya oleh anggota masyarakat yang lain, pribadi tersebut tidak akan merasa aman. Padahal setiap individu membutuhkan rasa aman dimana pun dia berada, akibatnya dia tidak merasa betah tinggal di masyarakat yang tidak menerimanya itu dengan demikian. Selanjutnya dia tidak dapat survive tinggal dimasyarakat tersebut sehingga ia harus mencari masyarakat lain yang kiranya dapat menerimanya sebagai anggota dalam masyarakat yang baru. Namun untuk itu, ia juga akan dihadapkan pada tuntutan dan masyarakat yang sama seperti yang dia alami dalam masyarakat terdahulu dimana dia pernah tinggal yaitu kemampuan untuk hidup dan bertingkah laku menurut norma, nilai dan kaidah masyarakat yang berlaku pada masyarakat yang baru, karena setiap masyarakat masing-masing mempunyai norma, nilai dan kaidah yang harus diikuti oleh anggotannya.
2.      Untuk kepentingan stabilitas kehidupan masyarakat itu sendiri. Masyarakat tidak saja merupakan kumpulan individu, tetapi lebih dari itu kebersamaan individu tinggal disuatu tempat yang kita sebut masyarakat telah menghasilkan dalam perkembangannya aturan-aturan main yang kita sebut norma, nilai, dan kaida-kaidah sosial yang harus diikuti oleh anggotanya. Norma, nilai dan kaidah-kaidah tersebut merupakan hasil persetujuan bersama untuk dilaksanakan dalam kehidupan bersama, demi untuk mencapai tujuan mereka bersama.
Dengan demikian, kelangsungan kehidupan masyarakat tersebut sangat tergantung pada dapat tidaknya dipertahankan norma, nilai dan kaidah masyarakat yang bersangkutan. Suatu masyarakat dapat dikatakan telah berakhir riwayatnya, apabila tata aturan yang berupa nilai, norma, dan kaidah kehidupan masyarakatnya telah digantikan seluruhnya dengan tata kehidupan yang lain yang diambil dari masyarakat lain, dalam hubungan ini kita semua telah menyadari bahwa betapa pentingnya kewaspadaan terhadap infiltrasi kebudayaan asing yang akan membawa norma, nilai dan kaidah kehidupan yang asing bagi kehidupan kita.

4.      Pengembangan Manusia Sebagai Mahluk Religius
Sebagai anggota masyarakat dan bangsa yang memiliki filsafat Pancasila kita dituntut untuk menghayati dan mengamalkan ajaran Pancasila sebaik-baiknya. Sebagai anggota masyarakat yang dituntut untuk menghayati dan mengamalkan ajaran Pancasila, maka kepada masing-masing warga negara dengan demikian juga dituntut untuk dapat melaksanakan hubungan dengan Tuhan sebaik-baiknya menurut keyakinan yang dianutnya masing-masing, serta untuk melaksanakan hubungan sebaik-baiknya dengan sesama manusia dan dengan lingkungan.
Pengembangan makhluk religius dapat dilakukan dengan bermacam-macam metode, tetapi yang memegang peranan penting adalah metode yang dapat menyentuh aspek afektif, karena masalah agama selain dipentingkan pengajaran (kognitif) tetapi lebih dipentingkan kawasan afektif (yang menyangkut keimanan), untuk dapat menjalankan kehidupan yang religius jelaslah peserta didik membutuhkan pendikan yang mengandung pengkajian-pengkajian, latihan-latihan dan ritual yang akhirnya diharapkan akan membantu dia kearah keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan.
Jadi, pendidikan agama harus dapat mengusahakan agar pserta didik mengetahui, memahami, menghayati, dan menginternalisasi ajaran agama itu kedalam dirinya dan mengamalkannya melalui ibadah-ibadahnya dalam kehidupannya.



KESIMPULAN


Manusia merupakan makhluk yang sempurna. Kepribadian manusia memiliki sifat yang unik, potensial dan dinamis. Pemenuhan kebutuhan dan pengembangan diri manusia itu tampaknya memang dapat dilaksanakan dari, untuk dan oleh manusia itu sendiri. Manusia juga memiliki akal untuk menghadapi kehidupannya di dunia ini. Akal juga memerlukan pendidikan sebagai obyek yang akan dipikirkan. Fungsi akal tercapai apabila akal itu sendiri dapat menfungsikan, dan obyeknya itu sendiri adalah ilmu pengetahuan. Maka dari itu, manusia pada hakikatnya adalah makhluk peadagogis, makhluk sosial, makhluk individual, makhluk susila dan makhluk beragama.

Dari uraian yang telah dibahas dapat disimpulkan bahwa dari keempat dimensi-dimensi merupakan jiwa manusia yang harus ditata sedemikian rupa, agar dalam pelaksanaan dalam berbuat dan bersikap dalam kesehariannya memiliki aturan dalam pelaksanaannya (sesuai nilai dan moral yang terkandung dalam masyarakat). Faktor yang mempengaruhi semua dimensi sebagian besarnya adalah pendidikan, masyarakat, alam sekitarnya dan lain-lain. Dan dari keempat dimensi yang dibahas, ada satu dimensi yang harus menjadi pegangan agar dalam pelaksanaannya sesuai dengan yang diharapkan, yaitu dimensi keagamaan.



DAFTAR PUSTAKA


Jalaluddin dan Abdullah Idi. 2007. Filsafat pendidikan (Manusia, Filsafat dan Pendidikan). Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Nesha Yulita, Dimensi-dimensi Hakikat Manusia : http://neshayulita12.blogspot.com||2012/10/dimensi-dimensi hakikat manusia.html
[Diakses pada 23 oktober 2015]
Purba, Edward dan Yusnadi. 2015. Filsafat Pendidikan. Medan : Unimed Press.

Kamis, 21 April 2016

MAKALAH PENULISAN KARYA ILMIAH



BAB I

PENDAHULUAN



            Karya ilmiah merupakan hasil tulisan yang menuruti suatu aturan tertentu. Aturan tersebut  biasanya merupakan suatu persyaratan tata tulis yang telah dibakukan. Secara umum, proses penulisan karya ilmiah dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu: tahap prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap perbaikan.
            Sebagai hasil penelitian atau kegiatan ilmiah setiap karangan ilmiah mengandung komponen adanya masalah yang menjadi topik karangan ilmiah itu. Adanya tujuan penelitian, metode penelitian, teori yang dianut, objek penelitian, instrumen yang digunakan, dan adanya hasil penelitian yang diperoleh. Setelah kaidah ditemukan dan dirumuskan, kegiatan penelitian harus diwujudkan dalam bentuk laporan. Hal ini dimaksudkan karena sasaran akhir penelitian adalah mengkomunikasikan hasil penelitian pada khalayak terkait. Oleh karena itu,  menulis laporan merupakan tahap akhir yang penting dalam penelitian, karena menulis laporan merupakan proses komunikasi yang membutuhkan adanya pengertian yang sama antara penulis dan  pembaca.
            Dengan belajar menulis karya ilmiah dapat memperjelas sasaran atau tujuan dilaksanakannya penelitian sehingga dalam pembahasannya dapat disampaikan secara tepat dan mudah dipahami oleh pembaca.

1.      Apa pengertian karya ilmiah ?
2.      Bagaimana karakteristik karya ilmiah ?
3.      Apa syarat sebuah karya ilmiah ?
4.      Bagaimana struktur sebuah karya ilmiah ?
5.      Bagaimana pembuatan karya ilmiah ?
6.      Apa jenis-jenis karya ilmiah ?

      3.    Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui pengertian karya ilmiah
2.      Untuk mengetahui pengertian karya ilmiah
3.      Untuk mengetahui karakteristik karya ilmiah
4.      Untuk mengetahui syarat-syarat sebuah karya ilmiah
5.      Untuk mengetahui struktur karya ilmiah
6.      Untuk mengetahui cara pembuatan karya ilmiah
7.      Untuk mengetahui jenis-jenis karya ilmiah

BAB II

PEMBAHASAN



            Pengertian Karya Ilmiah menurut para ahli :
         1.         Karangan ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodelogi penulisan yang baik dan benar (Wardani, dkk 2007)
         2.         Karya ilmiah merupakan hasil pemikiran ilmiah tentang displin ilmu tertentu yang disusun secara sistematis, benar, logis, utuh, bertanggung jawab, serta menggunakan bahasa yang benar. (Pateda 1993: 93)
            Dan dari kedua pengertian di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa Karya ilmiah itu adalah jenis tulisan yang memiliki karakteristik dan gaya tersendiri, karena dia disusun dengan aturan-aturan yang sangat ketat. Karya ilmiah merupakan hasil pemikiran ilmiah tentang disiplin ilmu tertentu yang disusun secara sistematis, benar, logis, utuh, bertanggung jawab, serta menggunakan bahasa yang benar.


     B.   Ciri-ciri Karya Ilmiah
1.      Struktur sajian
Struktur sajian karya ilmiah sangat ketat, biasanya terdiri dari bagian awal (pendahuluan), bagian inti (pokok pembahasan), dan bagian penutup. Bagian awal merupakan pengantar ke bagian inti, sedangkan inti merupakan sajian gagasan pokok yang ingin disampaikan yang dapat terdiri dari beberapa bab atau subtopik. Bagian penutup merupakan simpulan pokok pembahasan serta rekomendasi penulis tentang tindak lanjut gagasan tersebut.
2.      Komponen dan substansi
Komponen karya ilmiah bervariasi sesuai dengan jenisnya, namun semua karya ilmiah mengandung pendahuluan, bagian inti, penutup, dan daftar pustaka. Artikel ilmiah yang dimuat dalam jurnal mempersyaratkan adanya abstrak.
3.      Sikap penulis
Sikap penulis dalam karya ilmiah adalah objektif, dengan banyak menggunakan bentuk pasif, tanpa menggunakan kata ganti orang pertama atau kedua.
4.      Penggunaan bahasa
Bahasa yang digunakan dalam karya ilmiah adalah bahasa baku yang tercermin dari pilihan kata/istilah, dan kalimat-kalimat yang efektif dengan struktur yang baku.

    C.  Karakteristik Karya Ilmiah
Karakteristik karya ilmiah yang membedakannya dengan karya non-ilmiah adalah :
  1. Mengacu pada teori sebagai landasan berpikir dalam pembahasan masalah
  2. Lugas, dengan arti tidak mengandung interpretasi lain
  3. Logis, disusun berdasarkan urutan yang konsisten
  4. Efisien, hanya menggunakan kalimat yang penting dan mudah dipahami
  5. Efektif, ringkas dan padat
  6. Objektif berdasarkan fakta-fakta yang ada dan konkret
  7. Sistematis, baik penulisan maupun pembahasan sesuai prosedur dan system yang berlaku
Sifat karya ilmiah formal harus memenuhi syarat:
         1.         lugas dan tidak emosional, Mempunyai satu arti, sehingga tidak ada tafsiran sendiri-sendiri (interprestasi yang lain).
         2.         Logis, disusun berdasarkan urutan yang konsisten
         3.         Efektif, satu kebulatan pikiran, ada penekanan dan pengembagan.
         4.         Efisien, hanya mempergunakan kata atau kalimat yang penting dan mudah dipahami
         5.         Ditulis dengan bahasa Indonesia yang baku.
     E.  Struktur Karya Ilmiah
Selain sistematis, benar, logis, utuh, bertanggung jawab, serta menggunakan bahasa yang benar. penulisan karya ilmiah juga ditentukan dari struktur penulisannya sendiri. Jika diperhatikan, akan ditemukan bahwa karya ilmiah selalu tersusun dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian inti, dan bagian akhir. (UM, 2005; Musaddat, 2006).
         1.         Bagian Pelengkap Pendahuluan
            Bagian ini dimaksudkan husus pada halaman judul, karena itu juga, dalam setiap karya ilmiah hanya terdapat satu bagian pelengkap pendahuluan. Halaman judul sendiri berfungsi untuk menampilkan karangan agar terlihat lebih menarik. Pada halaman judul ini dicantumkan hal-hal: judul tulisan, keterangan tugas (misalnya tugas dari guru, dosen, atau disampaikan pada sebuah seminar), nama penulis, tempat, dan tahun. Ada juga cara lain untuk menulis halaman judul selain yang sudah disebutkan. Yaitu dengan tidak menggunakan halaman judul. Sebagai gantinya, penulis meletakkan judul makalah dan informasinya pada bagian isi tulisan. Judul tulisan dan nama penulis diletakkan di tengah atas, keterangan tentang tugas serta keterangan penulis dicantumkan pada catakan kaki. Yang perlu dipahami adalah bila menggunakan cara pertama, cara kedua tidak perlu digunakan.


         2.         Bagian Isi
            Bagian ini merupakan inti dari karya ilmiah. Kita dapat membaginya menjadi tiga bagian, yaitu bagian pendahuluan, pembahasan, dan simpulan. Bagian pendahuluan berguna untuk menarik perhatian pembaca terhadap masalah yang akan dibicarakan, oleh karena itu, pendahuluan harus memuat (a) latar belakang masalah; (b) alasan memilih topik; (c) uraian mengenai pentingnya masalah; (d) pembatasan ruang lingkup masalah; dan (e) jika perlu ditutup dengan harapan penulis.
            Bagian pembahasan merupakan bagian utama dari bagian isi. Disinilah semua hasil riset dan penelitian mengenai segala persoalan yang telah dibahas diuraikan secara sistematis dan utuh. Kemudian bagian simpulan merupakan sari dari pokok-pokok yang sudah diuraikan dalam bagian pembahasan. Simpulan sendiri harus dirumuskan dengan tegas sebagai pendapat penulis terhadap masalah yang telah diuraikan. Namun banyak juga penulis yang tidak memberikan simpulan pada makalahnya, melainkan menggunakan penutup. Konsekuensinya ketika memilih menggunakan bab penutup adalah, penulis tidak perlu lagi memberikan simpulan, tetapi cukup dengan memberikan harapan yang diinginkan. Pada konteks ini, tidak dibenarkan menggunakan kedua cara ini secara bersamaan.
         3.         Bagian Pelengkap Penutup
            Bagian ini biasanya terdiri dari bibliografi atau daftar pustaka. Daftar pustaka sendiri adalah daftar yang breisi judul buku-buku, artikel-artikel, atau bahan penerbitan lainnya yang berhubungan dengan tulisan. Ada beberapa unsur yang terdapat dalam daftar pustaka, antara lain: nama pengarang, tahun penerbitan, judul buku, termasuk judul tambahan, tempat terbit, dan penerbit.
Sederhananya, jika diurutkan secara vertikal, struktur karya tulis ilmiah akan menjadi seperti ini:
  • Bagiang pelengkap pendahuluan:
  1. Halaman judul (Wajib)
  2. Halaman pengesahan
  3. Moto dan persembahan/abstrak
  4. Kata pengantar
  5. Daftar isi
  6. Daftar tabel
  7. Daftar gambar
  8. Daftar lampiran
  • Bagian isi:
  1. Pendahuluan:latar belakang, batasan masalah, rumusan masalah, tinjauan/manfaat, definisi istilah
  2. Kajian pustaka/landasan teori/penelitian relevan/kerangka teori
  3. Metode penelitian: jenis penelitian, data dan sumber data, sample, metode pengumpulan data, metode analisis data, metode pengkajian hasil analisis data
  4. Hasil + pembahasan
  5. Simpulan dan saran/penutup
  • Bagian pelengkap penutup:
  1. Daftar pustaka/bibliografi
  2. Lampiran-lampiran/biografi


Umum karya ilmiah di perguruan tinggi, menurut Arifin (2003), dibedakan menjadi:
         1.         Makalah adalah karya tulis ilmiah yang menyajikan suatu masalah yang pembahasannya berdasarkan data di lapangan yang bersifat empiris-objektif. makalah menyajikan masalah dengan melalui proses berpikir deduktif atau induktif.
         2.         Kertas kerja seperti halnya makalah, adalah juga karya tulis ilmiah yang menyajikan sesuatu berdasarkan data di lapangan yang bersifat empiris-objektif. Analisis dalam kertas kerja lebih mendalam daripada analisis dalam makalah.
         3.         Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasarkan pendapat orang lain. Pendapat yang diajukan harus didukung oleh data dan fakta empiris-objektif, baik bedasarkan penelitian langsung (obsevasi lapangan, atau percobaan di laboratorium), juga diperlukan sumbangan material berupa temuan baru dalam segi tata kerja, dalil-dalil, atau hukum tertentu tentang salah satu aspek atau lebih di bidang spesialisasinya.
         4.         Tesis adalah karya tulis ilmiah yang sifatnya lebih mendalam dibandingkan dengan skripsi. Tesis mengungkapkan pengetahuan baru yang diperoleh dari penelitian sendiri.
         5.         Disertasi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasarkan data dan fakta yang sahih (valid) dengan analisis yang terinci). Disertasi ini berisi suatu temuan penulis sendiri, yang berupa temuan orisinal. Jika temuan orisinal ini dapat dipertahankan oleh penulisnya dari sanggahan penguji, penulisnya berhak menyandang gelar doktor (S3).
   G.   Pembuatan Karya Ilmiah
  1. Pemilihan Topik
Topic adalah pokok pembicaraan dalam keseluruhan tulisan yang digarap. Didalam memi;ih topic karya Ilmiah harus dipertimbangkan hal-hal berikut ini :
1)      Topic harus bermanfaat dan layak dibahas. Bermanfaat berarti bahwa pembahasan topic itu akan member sumbangan bagi pengembangan ilmu dan profesi. Layak dibahas berarati bahwa topic itu memang memerlukan pembahsan sesuai dengan bidang yang ditekuni.
2)      Topic cukup menarik terutama bagi penulis. Topic yang demikian dapat memotivasi penulis berusaha secara kontinu mencari data yang berguna dalam membahas masalah yang dihadapi.
3)      Topic dikenal baik. Ini berarti topic yang dipilih harus topic yang diketahui atau dikuasai penulis sendiri.
4)      Bahan yang diperlukan untuk pembicaraan topic itu, dapat diperoleh dan cukup memadai.
5)      Tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit.
  1. Pembatasan Topik
Topic yang terlalu umum atau luas, yang tidak sesuai dengan kemampuan penulis untuk membicarakannya, dapat dibatasi ruang lingkupnya. Hal ini dilakukan agar penulis tidak hanyut dalam suatu persoalan yang tidak ada habis-habisnya dan dapat menulis dengan satu tujuan khusus.  Proses pembatasan topik dapat dipermudah dengan cara membuat diagram jam, diagram pohon dan pyramid terbalik.
Dengan cara diagram jam, topic diletakkan dalam sebuah lingkaran. Dari topic itu diturunkan beberapa topic yang lebih sempit. Contoh :
                                                            Ilmu kelautan
                        Laut fasifik                                                     laut sebagai sumber energy
            Lautan atlantik                                                                  kekayaan di laut
LAUT
          Laut territorial                                                                           laut di Indonesia
            Indonesia                                LAUT
            Laut sbg  lap kerja                                                               kehidupan dalam laut
            Peranan laut dalam                                                      kandungan kimia air laut
           Hubungan antar bangsa
                                                            Riwayat Laut

  1. Penentuan Judul
Topic berbeda dengan judul. Topic adalah pokok pembicaraan dalam keseluruhan karya ilmiah. Sedangkan judul ialah nama, title, atau semacam label untuk suatu karya ilmiah. Penentuan judul harus dipikirkan secara serius dengan mengingat beberapa syarat berikut :
1)      Judul harus sesuai topic atau isi karya ilmiah
2)      Judul sebaiknya dinyatakan dalam bentuk frase benda bukan dalam bentuk kalimat. Misalkan “Kerang Mutiara di Maluku Selatan Perlu dibudidayakan” di nilai tidak tepat. Sebaiknya “Pembudidayaan Kerang Mutiara di Maluku Selatan”.
3)      Judul karya ilmiah diusahakan sesingkat mungkin. Misalkan “Cara Yang Dilakukan Dalam Menangani Dan Mencegah Klaim Pada PT Djakarta Loyd Cabang Medan-Belawan” dapat disingkat menjadi “Proses Penanganan dan Pencegahan Klaim pada PT Djakarta Loyd Cabang Medan-Belawan”.
4)      Judul karya ilmiah harus dinyatakan secara jelas.
  1. Perumusan Tema
Setelah penentuan judul, langkah selanjutnya yaitu penentuan tema. Penulis membuat rumusan mengenai masalah dan tujuan yang ingin dicapai tadi. Rumusan itu dinamakan tema. Untuk memenuhi keperluan penyusunan sebuah kerangka tulisan ilmiah, rumusan tema harus berbentuk kalimat. Rumusan singkat yang berisi tema dasar sebuah karya ilmiah, disebut Thesis. Rumusan singkat yang tidak menekankan tema dasar disebut Pengungkapan maksud.
Perhatikan contoh pembuatan rumusan tesis dan pengungkapan maksud dibawah ini !
v  Topik               : pertanian rakyat di Indonesia
            Tujuan             : mendorong rakyat untuk meningkatkan produksi pertanian
            Tesis                : dalam rangka meningkatkan produksi pertanian rakyat Indonesia,
                                       hendaknya rakyat di dorong atau dirangsang dengan memberi kredit dan
                                       penerangan.
v  Topik               : Penanganan Klaim Pada PT. Djakarta Llloyd Cabang Medan-Belawan
v  Tujuan             : menggambarkan penanganan Klaim Pada PT. Djakarta Llloyd Cabang
                                      Medan-Belawan
v  Pengungkapan : Penulis ingin menggambarkan penanganan klaim pada PT Djakarta
            Maksud              Lloyd cabang Medan Belawan sehingga gambaran proses penanganan    

         5.         Pengumpulan bahan
      Bahan penulisan adalah semua informasi atau data yang relevan digunakan untuk mencapai tujuan penulisan. Dalam tahap ini, penulis atau penyusun harus giat mencari informasi dari kepustaan mengenai hal-hal yang ada relevansinya dengan judul yang digarap. Sumber utama bahan penulis adalah pengalaman dan inferensi dari pengalaman. Untuk memperoleh pengalaman yang diperlukan melalui observasi, pedoman wawaqncara, angket, atatu instrument instrument lain dapat digunakan penulis.

         6.         Penyusunan kerangka makalah
      Dalam kerangka karangan itu ditentukan dahulu judul skripsi, makalah atau laporan penelitian, judul bab dan judul anak bab. Judul bab dan judul anak bab merupakan pecaham masalah dari judul kerangka ilmiah yang ditulis. Apabila sudah dibuat pembagian bab menjadi anak bab, dan anak bab menjadi sub bab, penulis kemudian menuangkannya kedalam kerangka karangan. Kerangkan karangan inilah yang dijadikan pijakan bekerja sehingga tidak terjadi penganalisaan yang tumpang tindih.
Contoh:
                  PENDAHULUAN
                  1.1   Latar Belakang Masalah
                              1.1.1 Latar Belakang
                              1.1.2  Masalah
                  1.2   Ruang Lingkup Permasalahan
                  1.3   Landasan Teori
                  1.4   Tujuan dan Manfaat Penelitian
                              1.4.1  Tujuan Penelitian
                              1.4.2  Manfaat Penelitian
                  1.5   Metode dan Teknik Penelitian
                  1.6   Populasi dan Sampel
                              1.6.1  Populasi
                                    1.6.2  Sampel
                       
         7.         Penulisan Makalah
Penulisan Pendahuluan
      Penulisan pendahuluan bertujuan untuk memusatkan perhatian pembaca atau peserta diskusi kepada masalah yang akan dibahas dan menunjukkan dasar pembahasannya dan penganalisisannya.
      Untuk mencapaitujuan itu, hal-hal yang biasa ditulis atau diurai pda bagian pendahuluan makalah sebagian berikut.
1.      Harapan yang seyogianya sudah terwujud sesuai dengan topic yang digarap.
2.      Fenomena yang melatarbelakangi muncullnya masalah.
Dalam penulisan pendahuluan makalah, deskripsi fenomena yang diketahui melalui pengamatan, harus dinyatakan sebagai hasil pengamatan; kalau diketahui melalui pembaca sumber tertulis, maka deskripsi fenomena itu harus dikutip
3.      Pentingnya masalah.
Selainkan mengemukakan pentingnya masalah, perlu juga diuraikan secara singkat efek negativ yang mungkin  ditimbulkan permasalahan itu apabila tidak dibahas untuk mendapatkan penyelesaiannya.
 4.    Rumusan Masalah
Masalah dapat dirumuskan daslam bentuk pernyataan dan pertanyaan.
 5.    Teori, pandangan,  dan sikap
 6.    Istilah
Cara terbaik untuk menentukan panjangnya pendahuluan adalah dengan menetapkan banyaknya uraian masing-masing.

Penulisan pembahasan
Penulisan pembahsan bertujuan untuk menemukan atau memperoleh jawaban yangjelas dan logis terhadap masalah atau pernyataan yang harus dijawab dalam makalah itu. Penulisan pembahasan harus dilakukan secara sistematis. Tiap bagian harus merupakan suatu kesatatuan, tetapi bukan kesatuan yang tertutup, melainkan kesatuan terbuka yang memberikan alternative hubungan organic kebelakang dan kedepan.

Penulisan Penutup
Penulisan penutup bertujuan untuk memberi simpulan dan saran.

         8.         Enumerasi
            Enumerasi adalah tata cara penomoran butir-butir pembicaraan dalam penulisan makalah. Tata cara penomoran bermacam-macam. Tata cara penomoran menyangkut penentuan cara menguraikan bagian pembahasan.



         9.         Penulisan Kutipan
            Kutipan adalah fakta, ide, opini atau pendapat yang dikutip dari sumber tertulis untuk mendukung dan memperjelas argument, posisi, tatu opini tertulis dalam suatu karya ilmiah. Dalam penulisan makalah kutipan digunakan dalam penulisan pendahuluan dan penulisan pembahasan. Dalam penulisan pendahuluan bisanya digunakan untuk menguraikan fenomena, pentingya masalah, teori atau pndangan yang digunakan, dan istilah khusus. Lalu, dalam penulisan pembahasan kutipan digunakan untuk mendukung argument dan opini penulis dalam membahas masalah. Semua kutipan yang digunakan dalam penulisan makalah, diberi tanda dengan nama keluarga pengarang, tahun terbit sumber kutipan, dan nomor urut halaman sumber kutipan itu..
Ada beberapa kata tertentu yang digunakan dalam penulisan kutipan, antara lain menyatakan, menerangkan, mengemukakan, berpendapat, melaporkan, menyarankan. Bila penulis menilai bahwakutipan itu merupakan suatu pernyataan penulis buku sumber, maka kata yang digunakan adalah menyatakan.
Contoh : Danim (2006 : 139 ) menyatakan, “kemampuan sekolah dibidang penganggaran hanya salah satu aspek dari persolan manajeman pendidikan dan pelatihan kita, termasuk kegiatan penelitian dan pengembangan.
Kalau penulis sebuah sumber kutipan dua orang, kedua nama keluarga penulis ikut sebagai tanda. Akan tetapi, kalau penulisnya lebih dari dua orang yang ikut sebagai tanda kutipan , hanya nama keluarga penulis pertama dengan diikuti singkatan dkk.
Contoh: Saylor, dkk ( 1981 : 98 ) menyatakan, “Pengertian kurikulum sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh peserta didik, merupakan konsep kurikulum yang samapi saat ini banyak mewarnai teori-teori dan praktik pendidikan”
Penulisan sumber kutipan yang dicantumkan dalam teks, dapat dibagi atas dua bentuk, yaitu bentuk integral dan non integral. Penulisan sumber kutipan dikatakan berbentuk integral apabila apa bila nama penulis yang pendapatnya dikutip menyatu dengan teks. Sedangkan penulisan sumber kutipan yang berbentuk nonintegral adalah penulisan kutipan yang  penulisnya tidak menyatu dengan teksnya.
Perhatikanlah contoh dibawah ini
Kutipan integral
·         Effendy (1997 : 32) menyatakan, “strategi pada hakekatnya adalah perencanaan dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan”.
Kutipan nonintegral
·         usaha periklanan bisa ditunjang oleh kegiatan Humas (Jefkins, 1996).

Konsistensi penulisan kutipan dalam penulisan sebuah makalah harus diwujudkan. Oleh karena itu, dalam rangka penulisan sebuah makalah penulis harus menetapkan salah satu ketentuan untuk ditaati.
Ø  Kalau nomor halaman rujukan ikut dijadikan sebagai tanda kutipan, maka setiap kali menulis kutipan mulai dari awal sampai akhir proses penulisan makalah nomor halaman buku rujukan tetap dijadikan salah satu tanda, sebaliknya juga kalau nomor buku rujukan tidak ikut dijadikan sebagai tanda kutipan, maka dari awal hingga akhir tidak perlu diikut sertakan.

       10.       Penulisan Daftar Rujukan
     Ada dua istilah yang digunakan untuk menamai bagian karya tulis, tempat sejumlah rujukan didaftarkan, yaitu daftar pustaka dan daftar rujukan. Kedua istilah itu mempunyai konsep yang berbeda. Daftar pustaka adalah sejumlah rujukan yang menjadi sumber kutipan yang member kutipan secara tidak langsung, sedangkan daftar rujukan adalah daftar semua sumber kutipan yang digunakan dalam penulisan sebuah karya tulis.
      Petunjuk penulisan daftar rujukan.
a.       Nama penulis ditulis tanpa gelar.
b.      Identitas setiap buku rujukan diketik satu spasi dan jarak dua spasi untuk identitas buku selanjutnya.
c.       Buku-buku rujukan didaftarkan secara alpabetis dan tidak diberi nomor urut.
d.      Urutan identitas setiap buku dalam penulisannya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1)      Nama penulis (tanpa gelar). Tahun terbit. Judul buku. Nama kota tempat penerbitan; nama penerbit. Dalam hal ini, judul buku harus digaris bawahi atau dicetak dengan huruf miring.
2)      Penulisan nama keluarga mendahului penulisan nama diri penulis dan dipisahkan dengan tanda koma.
3)      Bila buku ini ditulis oleh dua orang penulis, disisipkan kata dan diantara kedua nama penulis.
4)      Bila buku ini ditulis lebih dari dua orang, yang ditulis hanya nama penulis pertama dengan menambahkan singkatan dkk, di belakangnnya.

       11.       Revisi
Jika konsep karya ilmiah sudah selesai, maka konsep perlu dibaca kembali. Mungkin konsep itu perlu direvisi, dikurangi atau perlu diperluas. Pada tahap ini penulis meneliti konsep atau naskah karya ilmiahnya secara menyeluruh tentang sistematika, ejaan, penggunaan bahasa, kutipan rujukan, dan sebagainya.


Adapun yang menjadi manfaat penyusunan karya ilmiah adalah sebagai berikut :

Menurut sikumbang (1981), sekurang-kurangnya ada enam manfaat yang diperoleh dari kegiatan tersebut.
1.      Penulis dapat terlatih mengembangkan keterampilan membaca yang efektif karena sebelum menulis karya ilmiah, ia mesti membaca dahulu kepustakaan yang ada relevansinya dengan topik yang hendak dibahas.
2.      Penulis dapat terlatih menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber, mengambil sarinya, dan mengembangkannya ke tingkat pemikiran yang lebih matang.
3.      Penulis dapat berkenalan dengan kegiatan perpustakaan seperti mencari bahan bacaan dalam catalog pengarang atau katalog judul buku.
4.      Penulis dapat meningkatkan keterampilan dalam mengorganisasi dan menyajikan data dan fakta secara jelas dan sistematis.
5.      Penulis dapat memperoleh kepuasan intelektual.
6.      Penulis turut memperluas cakrawala ilmu pengetahuan masyarakat.

BAB III

PENUTUP

 

A.   KESIMPULAN

Dari pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa, karya ilmiah adalah karya tulis yang disusun oleh seorang penulis berdasarkan hasil-hasil penelitian ilmiah yang telah dilakukannya.  Karya ilmiah juga biasa disebut karangan ilmiah yang disajikan secara fakta dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar. Dalam penulisan karya ilmiah banyak aspek yang mesti diketahui oleh calon pembuat karya ilmiah karena itu sangat berperan dengan hasil karya ilmiah yang akan dibuat, misalnya, calon penulis karya ilmiah paling harus mengetahui etika dan kode etik dalam penulisan karya ilmiah, tehnik penyusunan karya ilmiah yang baik dan benar dan sikap-sikap dalam menulis karya ilmiah serta harus menjalani dan menerima berbagai kendala dan masalah dalam proses penulisan karya ilmiah, karena itu merupakan suatu pembelajaran ketika akan membuat karya ilmiah. Karya ilmiah mempunyai beberapa jenis seperti, makalah, kertas kerja, skripsi, tesis, disertasi, artikel, esai, opini, dan fiksi. Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah, antara lain untuk menyampaikan gagasan, memenuhi tugas dalam studi, untuk mendiskusikan gagasan dalam suatu pertemuan, mengikuti perlombaan, serta untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan/hasil penelitian. Karya ilmiah dapat berfungsi sebagai rujukan, untuk meningkatkan wawasan, serta menyebarluaskan ilmu pengetahuan. Bagi penulis, menulis karya ilmiah bermanfaat untuk meningkatkan keterampilan membaca dan menulis, berlatih mengintegrasikan berbagai gagasan dan menyajikannya secara sistematis, serta memperluas wawasan.








Dwiloka, Bambang. 2005. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Rineka Cipta
Farkhan, M. 2006. Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta : Penerbit Cella
Ritonga, dkk. 2010. Bahasa Indonesia Praktis.  Medan: Bartong Jaya